Kilas Balik 2021

Kilas Balik 2021

Zakiego

Zakiego

@zakiego

Bertumbuh.

Satu kata yang paling menggambarkan tahun ini dan kata yang paling terngiang-ngiang di kepala saya. Dalam tulisan ini, saya akan mencoba merangkum apa-apa saja yang saya pelajari sepanjang tahun ini. Penyusunan bukan berdasarkan urutan waktu, tapi dari dimulai dari yang menurut saya paling penting, kemudian setelahnya.

Table of Contents


Growth Mindset vs Fixed Mindset

Source Image

Growth Mindset

Secara singkat, growth mindset adalah keyakinan bahwa kita akan terus bisa bertumbuh menjadi lebih baik. Sedangkan lawannya, fixed mindset, berarti menutup diri, tidak ingin bertumbuh, sudah cukup dengan apa yang ada. Saya sangat menyarankan untuk mendengar penjelasan di video ini.

Suatu waktu, saya diminta tolong untuk membantu mengerjakan sesuatu. Dengan senang hati. Namun, hal yang membuat saya tidak suka, dia berulang mengatakan, “Wah, saya tidak bisa mengerjakan hal seperti. Sulit sekali”. Padahal posisinya dia hanya sedang melihat saya mengerjakan itu.

Ucapan itu menggambarkan bagaimana pikirannya bekerja. Sedari awal, dia sudah menganggap sulit, kemudian karena sulit, dia enggan untuk belajar. Padahal di situlah esensi belajar, karena sesuatu itu sulit maka kita belajar.

Untuk mahir dalam suatu bidang, kita tidak harus berbakat. Lagi pula, saya tidak terlalu peduli dengan bakat. Kita tidak harus mendapat sertifikat dari lahir bahwa kita mahir berhitung, untuk bisa menjadi matematikawan. Sepanjang kita punya kemauan dan meluangkan waktu untuk mempelajarinya, yap, kita akan menjadi mahir di bidang tersebut.

Seperti ungkapan klasik, air mampu mampu menghancurkan batu, bukan karena besarnya kekuatan, namun karena ketekunan dan kedisiplinan.


Make mistakes and learn.

Belajar Salah

Sedari kecil, kita dibesarkan di lingkungan yang menggap bahwa salah adalah aib. Kita tidak diizinkan sama sekali untuk salah. Jika kita salah, artinya kita hina.

Saya pun hidup bertahun-tahun dengan pemikiran semacam ini. Mindset yang akhirnya menghalangi saya untuk bergerak. Saya takut salah. Saya tidak berani ke mana-mana.

Tetapi semakin ke sini saya sadar. Bahwa salah adalah tanda bahwa kita sedang bertumbuh. Bayangkan saja, bagaimana bila saat bayi, kita tidak boleh salah, kita tidak boleh jatuh, apakah kita bisa berjalan seperti sekarang?

Dalam salah satu videonya, Pak Mario Teguh bilang, saat kamu belajar sesuatu, izinkanlah dirimu untuk salah sebanyak 10 kali—tentu ini hanya penggambaran, bukan angka sebenarnya. Pada saat awal, tentu akan banyak kesalahan yang dibuat, mungkin sampai 4 kali. Tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman, kesalahan yang dibuat akan semakin jarang.

Gary Vee pun pernah bilang hal yang sama. Kita ingin membuat 3 keputusan yang benar tanpa satu pun kesalahan. Tetapi Gary, berbeda, dia ingin membuat 118 keputusan yang benar dan 92 keputusan yang salah. Baginya, keinginan untuk menjadi sempurna, tanpa salah, adalah jelmaan dari rasa insecure. Dia tidak takut dengan kesalahan. Dia tidak peduli dengan anggapan orang lain. Sepanjang kesalahan tersebut tidak membuat kita meninggal atau di luar urusan kita, maka tidak ada masalah yang perlu dikhawatirkan.

Petuah-petuah tersebut akhirnya mengubah mindset saya. Salah satu dampak yang mungkin paling terlihat adalah kemampuan saya berbicara. Bagi yang sudah lama kenal, pasti tahu bahwa saya adalah seorang yang pendiam, takut berada di depan. Tetapi sekarang, saya mengizinkan diri saya untuk salah ketika berbicara di depan orang lain. Saya belajar.

Saya membuat podcast hanya untuk sekadar melatih bagaimana bercerita. Berbicara sendiri selama 10 menit memaksa saya untuk menyiapkan apa yang ingin saya ceritakan. Memaksa untuk berpikir secara runut. Memaksa untuk berbicara sambil berpikir. Tidak mudah. Dan saya masih terbata-bata dalam berbicara. Tetapi yang paling penting, saya terus mengizinkan diri saya untuk belajar dan berbuat salah.


Menjajaki Dunia Kode

Beruntungnya, sepanjang tahun 2020 saya banyak belajar rumus Excel/Google Spreadsheet. Basic skill ini menjadi bekal saya belajar ngoding. Karena sebenarnya konsepnya sama, ada perintah yang harus diketik. Hanya saja ketika ngoding perintahnya lebih kompleks.

Jika dibagi, setidaknya ada dua periode tahun ini. Pertama, belajar dunia perdataan. Kedua, belajar dunia web dan teman-temanya.

Dunia Data

DQLab

Bahasa pemrograman yang pertama saya kenal adalah R. DQLab menjadi tempat saya belajar sejak Desember 2020. Dengan sistem materi teks, latihan, dan disediakan konsol untuk menjalankan program, saya cukup merekomendasikannya. Harganya sangat murah jika dibanding Datacamp, apalagi untuk jangka waktu 3-6 bulan.

Barulah pada bulan Maret saya berpindah ke bahasa Python. Cukup perlu waktu, karena syntax-nya berbeda dengan R. Tapi bahasa ini menjadi bahasa yang sampai sekarang masih saya gunakan. Terakhir, DQLab juga menyediakan kelas untuk belajar SQL.

Datacamp

Pada bulan yang sama, dengan menggunakan Visual Studio Dev Essentials, saya bisa mendapatkan akses gratis Datacamp selama 3 bulan. Datacamp ini harganya terbilang sangat mahal, tetapi memang materinya lengkap. Sayangnya paket dari Microsoft ini tidak lagi ada.

Namun, masih ada cara lain untuk mendapatkan akses gratis Datacamp, dengan menggunakan Github Education. Cukup dengan mendaftar di situ, bisa mendapatkan akses gratis ke Datacamp selama 3 bulan.

Dunia Web dan Kawan-Kawan

Saya mulai serius menjajaki dunia web saat bulan Juni. Framework yang pertama dipelajari adalah Hugo. Tanpa pernah belajar basic, saya lihat kode milik orang lain, lalu saya ubah-ubah saja.

Baru pada bulan Juli saya mulai serius dari dasar. Di FreeCodeCamp saya belajar dasar HTML dan Javascript. Sangat saya rekomendasikan. Mudah dan gratis. Setelah dirasa cukup, saya mencoba framework Next.js dan Tailwind CSS dengan tutorial dari Array ID.

Karena merasa basic Javascript saya masih tidak kokoh, Pak Eko (Programmer Zaman Now) datang sebagai penolong. Dengan videonya selama 8 jam saya habiskan dalam beberapa hari.

Saya penasaran dengan pengembangan aplikasi mobile, beruntungnya React memiliki versi untuk mobile yaitu React Native. Awalnya saya kira React Native adalah versi lanjutan dari React.js, ternyata berbeda.

Saat project wargabantuwarga ramai dan project tersebut menggunakan Typescript, akhirnya saya belajar lagi, katanya Typescript lebih safe, mampu meminimalisir error. Ternyata benar. Bahkan hampir semua project yang saya buat sekarang menggunakan Typescript dibandingkan Javascript.

Kemudian, karena saya sangat berambisi dengan program yang punya kemampuan lebih cepat, saya belajar Golang. Channel Cloud Engineering with Imre yang menjadi pemicunya, dalam video-videonya dengan bahasa Go.

Awal Desember, saya kembali belajar dunia data, tepatnya Data Engineering di Datacamp. Tetapi karena harus hands-on dan cloud tidak gratis, jadi tidak secepat belajar “bahasa” dalam proses belajarnya. Di sela-sela waktu, saya juga sedang belajar Dart sebagai bahasa dari Flutter untuk membuat aplikasi mobile. Terakhir, atau lebih tepatnya hari terakhir 2021, saya sedang membaca dokumentasi bahasa Rust. Bahasa yang bekerja pada low-level tetapi dengan bahasa yang lebih mudah.

Saya akui memang akhir tahun ini saya kemaruk ke banyak bahasa, karena sekalinya bisa satu bahasa, akan mudah untuk belajar bahasa lain. Secara umum cara kerjanya sama, yang berbeda hanya perintahnya.


Penutup

Satu kata yang sangat membekas bagi saya dari mas Iqbal Farabi, “lu nggak bisa mendelegasikan growth lu ke orang lain”. Tanggung jawab untuk bertumbuh adalah tanggung jawab kita sendiri. Kita tidak bisa menyuruh lain untuk belajar, tetapi kepintaran kita yang bertambah, tidak bisa. Sekarang ini hampir semua yang ingin kita pelajari tersedia di internet, tinggal kita mau atau tidaknya menggunakan sumber daya itu.

Ketika saya malas, saya selalu memiliki alasan untuk membenarkan kemalasan itu.


Sumber Daya

Youtube

Twitter

Kelas

Tech stack